Washington, DC - Keberhasilan Irak untuk merebut kembali Kota
Mosul dari cengkeraman ISIS tak lepas dari strategi jitu Amerika
Serikat, tepatnya presiden ke-44 negara itu, Barack Obama.
Alih-alih menempatkan pasukan angkatan darat dalam jumlah besar, pemerintahan AS di bawah komando Obama nonstop melakukan serangan udara yang dikombinasikan dengan latihan dan pengarahan kepada pasukan proxy lokal.
Pejabat Pentagon mengatakan, hasilnya jelas, pasukan Irak kini telah menjadi tentara tangguh yang menang dalam pertempuran di area perkotaan yang berlangsung brutal.
"Pelatihan sukses. Itu memungkinkan pasukan Irak menguasai kembali negara mereka. Kondisinya sangat berbeda ketika Menteri Pertahanan Ashton Carter mengatakan pada Mei 2015 bahwa pasukan Irak 'tidak menunjukkan keinginan bertempur'," ujar salah seorang perwira militer senior AS yang dikirim ke Irak pada periode 2015-2016 seperti dikutip dari News.com.au pada Senin (10/7/2017).
Ketika ISIS menyerang dan merebut Mosul pada 2014, pasukan Irak yang berada di bawah Perdana Menteri Nouri al-Maliki masih "lemah". Kebanyakan dari mereka akan berbalik dan lari jika menghadapi musuh, tanpa melakukan perlawanan.
Hal tersebut jelas merugikan karena senjata dan kendaraan yang disediakan AS akan tertinggal begitu saja.
Namun, kini situasi berbeda. "Mereka menakjubkan. Bahkan, ISIS terkejut melihat betapa cepatnya pergerakan tentara Irak," ujar perwira senior AS tersebut.
Keterampilan yang mereka pelajari di bawah pengawasan AS sebelumnya, yakni pada 2008-2011, berpusat pada melawan sebuah pemberontakan--bukan menghentikan sebuah pergerakan musuh yang cepat.
"Kami membutuhkan tentara yang dapat bertarung secara konvensional," ungkap sang perwira.
Keputusan menggunakan ratusan tentara AS dan pakar militer Barat lainnya untuk melatih pasukan lokal sebagian besar berkaca pada Perang Irak. Setidaknya lebih dari 4.400 pasukan AS tewas dalam perang tersebut.
Publik AS sendiri tidak ingin Barack Obama mengirim pasukan tempur tambahan ke Irak.
Alih-alih menempatkan pasukan angkatan darat dalam jumlah besar, pemerintahan AS di bawah komando Obama nonstop melakukan serangan udara yang dikombinasikan dengan latihan dan pengarahan kepada pasukan proxy lokal.
Pejabat Pentagon mengatakan, hasilnya jelas, pasukan Irak kini telah menjadi tentara tangguh yang menang dalam pertempuran di area perkotaan yang berlangsung brutal.
"Pelatihan sukses. Itu memungkinkan pasukan Irak menguasai kembali negara mereka. Kondisinya sangat berbeda ketika Menteri Pertahanan Ashton Carter mengatakan pada Mei 2015 bahwa pasukan Irak 'tidak menunjukkan keinginan bertempur'," ujar salah seorang perwira militer senior AS yang dikirim ke Irak pada periode 2015-2016 seperti dikutip dari News.com.au pada Senin (10/7/2017).
Ketika ISIS menyerang dan merebut Mosul pada 2014, pasukan Irak yang berada di bawah Perdana Menteri Nouri al-Maliki masih "lemah". Kebanyakan dari mereka akan berbalik dan lari jika menghadapi musuh, tanpa melakukan perlawanan.
Hal tersebut jelas merugikan karena senjata dan kendaraan yang disediakan AS akan tertinggal begitu saja.
Namun, kini situasi berbeda. "Mereka menakjubkan. Bahkan, ISIS terkejut melihat betapa cepatnya pergerakan tentara Irak," ujar perwira senior AS tersebut.
Keterampilan yang mereka pelajari di bawah pengawasan AS sebelumnya, yakni pada 2008-2011, berpusat pada melawan sebuah pemberontakan--bukan menghentikan sebuah pergerakan musuh yang cepat.
"Kami membutuhkan tentara yang dapat bertarung secara konvensional," ungkap sang perwira.
Keputusan menggunakan ratusan tentara AS dan pakar militer Barat lainnya untuk melatih pasukan lokal sebagian besar berkaca pada Perang Irak. Setidaknya lebih dari 4.400 pasukan AS tewas dalam perang tersebut.
Publik AS sendiri tidak ingin Barack Obama mengirim pasukan tempur tambahan ke Irak.
Komentar
Posting Komentar