Banyak Indikasi Kecurangan di Pilkada DKI, KPUD Ngomongnya Gini Doang?



Berbagai hasil quick count untuk Pilkada DKI Jakarta 2017 menyatakan bahwa pasangan nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)/Djarot Saiful Hidayat dan nomor urut 3 Anies Baswedan/Sandiaga Uno melaju ke putaran kedua. Namun ternyata dunia maya sangat aktif sejak siang hari tadi karena beberapa masalah nampak terlihat di beberapa tempat pemungutan suara (TPS). Dari foto hingga video, momen-momen yang disebut para pemilih Jakarta sebagai kecurangan pun diabadikan dengan baik.

Sebut saja video yang diunggah oleh pemilih yang bernama Alfred (akun dapat ditemukan disini) yang mengunggah dan membagikan beberapa cuplikan video yang menggambarkan banyak warga yang tidak bisa menggunakan hak suaranya dengan berbagai macam alasan dari petugas di TPS. Dalam pandangan warga, kesulitan yang mereka hadapi ini dianggap sebagai kecurangan pada Pilkada DKI 2017 kali ini, dan saya dapat memakluminya.

Video-video yang diunggah oleh beberapa netizen ini lalu menjadi viral dan telah ditonton oleh ratusan ribu orang dan dibagikan oleh ribuan netizen lainnya. Silahkan tonton salah satunya di bawah ini. Cepat saja video-video ini tersebar dan menjadi bukti ‘bisu’ akan masalah-masalah yang terjadi di lapangan.

Dari masalah sebagian anggota keluarga dalam 1 Kartu Keluarga (KK) yang tidak menerima formulir C6, warga yang dilempar-lempar ke TPS yang lain dengan alasan surat suara habis, hingga masalah pembukaan sesi kedua pemilih yang tidak terdaftar di daftar pemilih yang telat (pukul 12.30 WIB di TPS 33 Kemayoran). Ada masalah itu wajar, kita kerja di kantor juga suka terjadi hal-hal yang tidak diprediksikan, namun menurut saya reaksi dari pihak KPUD sementara ini cukup mengecewakan.

Selain video, ada juga pemberitaan di media detik.com mengenai keluhan warga yang merasakan ketidakadilan karena dipersulit saat mau memilih. Warga tersebut (AI) tidak diizinkan memilih meskipun membawa formulir C6 dan KK. Disuruh menunggu hingga pukul 12.00 WIB, tetap saja ketika waktunya tiba tetap tidak diizinkan oleh petugas di TPS. Anehnya, cerita seperti ini kebanyakan terjadi di wilayah dimana Ahok/Djarot memang unggul, di Jakarta Barat misalnya.
“Dan itu bukan saya saja, mungkin ada 5-10 orang yang mempermasalahkan. Bahkan ada orang tua yang bisa dibilang sepuh sampai marah-marah juga,” ujar AI saat dikonfirmasi detikcom yang dilansir disini.

“Saya bersama beberapa warga berkeras untuk menggunakan kesempatan hak pilih kami, karena saya yakin kami ini sudah memenuhi syarat sesuai aturan. Tapi kasihan warga yang lain, bahkan ada yang sampai pulang karena dibuat seperti ini. Hak pilih mereka kan terbuang,” jelas AI.

Setiap Warga Negara Indonesia Benar Punya Hak?

Tidak sedikit warga-warga yang di dalam video tersebut meneriakkan ‘curang’. Jika dilihat dari video, memang mayoritas dari mereka adalah warga Indonesia Tionghoa. Mungkin ini kebetulan, tapi yang namanya manusia ya wajar saja jika lalu menarik kesimpulan bahwa apa yang terjadi adalah upaya penggembosan terhadap suara calon nomor 2.

Malah ada juga di TPS 42 Kramat Jaya Baru dimana terlihat ada orang yang merespon keluhan warga malah menggunakan kaos dengan gambar telapak tangan seperti layaknya atribut yang kerap digunakan oleh pendukung calon nomor 3. Saya kira orang ini hanyalah saksi biasa dari kubu Anies, tapi kenapa seorang saksi sok nge-bos begitu ya dengan meminta warga yang tidak diizinkan memilih untuk pulang saja. Memalukan dan Mencurigakan sekali.

Saya mendapatkan videonya dari pengguna Facebook atas nama Joice Laurina. Bapak ini berlagak sebagai petugas TPS ini berkata: “Kan peraturannya sudah jelas, (pemilih) tambahan itu cuma 1 jam”. Perkataan bapak ini kemudian langsung dibantah oleh warga yang meminta agar dia tidak berulang-ulang menyampaikan hal itu. Bahkan ada warga yang bilang sudah menunggu sejak jam 7 pagi. Sebenarnya siapa orang ini? Ada apa sebenarnya di TPS ini? Saya menuntut kejelasannya.

 

Saya memang tidak ada di lokasi, tapi saya dapat mengerti kemarahan warga-warga itu. Karena mereka adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak konstitusional yang dilindungi oleh undang-undang untuk memilih pemimpin mereka. Harusnya petugas di TPS itu bersikap seperti pelayan, bukan menganggap para warga sebagai penagih hutang atau penawar asuransi yang tidak perlu dilayani dengan perasaan gembira.
Di beberapa video yang saya tonton di media sosial, saya sangat kecewa terhadap sikap petugas di TPS yang menurut saya tidak cukup punya hati melayani. Jika memang warga punya kekurangan dalam surat yang dibawa, harusnya petugas TPS tidak sengaja melempar-lempar masalah ke TPS terdekat lainnya. Jika memang warga telah membawa surat yang jelas dan lengkap, jangan lalu sengaja dipersulit atau dilayani dengan bertele-tele.


KPUD Ngomongnya Gini Doang?

Coba saja kalian baca sendiri komentar dari pihak KPU DKI Jakarta tentang masalah ini.
Komisioner KPU DKI
“Kalau persyaratan dia enggak lengkap, misalnya KK fotokopi, pasti enggak diizinin, itu bisa jadi dihalang-halangi karena kan kami mau ketat nih regulasinya, supaya filter,” ujar Sidik di Kantor KPU DKI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (15/2/2017).
“Nah mungkin KPPS sedikit kaku karena memang dia pegang aturan itu. Termasuk suket, suket mereka kaku,” kata dia.
“Bisa jadi enggak sampai informasi itu. Jadi seakan-akan dihalangi, padahal dia warga Jakarta. Ini juga kami evaluasi di lapangan,” ucap Sidik.
Ketua KPU DKI

“Memang ada beberapa TPS yang surat suaranya kurang. Hal itu karena tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada kali ini meningkat sehingga angka kehadiran juga naik signifikan di TPS,” kata Ketua KPU DKI, Sumarno di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2017) yang dilansir disini.
“Tadi saat pencoblosan membludak. Itu karena banyak warga berasumsi bahwa meskipun tidak terdaftar bisa tetap memilih,” ujar Sumarno.
“Ini evaluasi bagi semuanya, bahwa pemilu itu ada administrasinya, ada tahapan-tahapan yang harus diikuti, jadi harus memastikan diri untuk terdaftar di daftar pemilih karena kalau tidak terdaftar ada kemungkinan tidak kebagian surat suara. Ya evaluasinya ada pemahaman yang harus disamakan, termasuk ada beberapa pemahaman berbeda tentang kapan bisa menggunakan hak pilih dan bagaimana proses mendapatkan C6, jadi ini pemahaman yang perlu ditingkatkan lagi,” paparnya.
Bagi saya pihak KPUD sama sekali tidak profesional. Beralasan masalah administrasi? Memangnya kalian baru kali ini ya melaksanakan pemilihan seperti ini? KPU DKI tidak memberikan kompensasi dan bahkan tidak merasa bersalah sama sekali, baca saja komentarnya yang rata-rata malah menyalahkan warga. Harusnya KPUD sadar dong bahwa mereka digaji untuk menjadi penyelenggara pemilihan langsung sudah bertahun-tahun, namun masa masalah sepele tentang daftar pemilih ini saja tidak pernah beres-beres?

KPUD DKI bahkan tidak meminta maaf kepada warga yang tidak dapat memilih. Menurut saya warga yang tidak dapat menggunakan haknya berhak mendapatkan permintaan maaf yang resmi dari KPU DKI Jakarta karena bukti video sudah ada dimana-mana tersebar. Seharusnya KPU DKI sebagai institusi negara yang harus melayani masyarakat bisa gentleman dan meminta maaf kepada masyarakat yang direnggut haknya.
Jika tidak ingin mengakui kesalahan tentang buruknya pendataan pemilih, minimal KPU DKI dapat mengakui kekurangan dan ketidakpiawaian petugas mereka di lapangan. Jika tidak, saya khawatir nanti kekecewaan ini akan terus viral di media sosial dan bisa saja KPU DKI digugat ke pengadilan, dan menurut saya mereka sangat layak untuk menerima perlakuan itu.

Kalau perlu juga layak untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa TPS yang telah viral di media sosial seperti TPS 88 Cengkareng, TPS 60/61/62 dan TPS 40 Kayu Putih, TPS 33 Kemayoran, TPS 97 Kampung Gusti Teluk Gong, TPS 04 Jamblang Jakarta Barat dan lain-lain. Cari saja di Facebook banyak sekali tersebar.

Penutup

Kepada pihak KPU DKI, saya meminta kalian memastikan tidak ada kejadian seperti hari ini lagi pada April 2017. Untuk putaran kedua, saya meminta KPU DKI bekerja ekstra mendata para pemilih, terutama di tempat-tempat yang mengalami masalah hari ini.

Waktu pemilihan untuk warga yang tidak terdaftar juga harus diperpanjang dan diperjelas aturannya agar tidak diselewengkan oleh oknum petugas di lapangan. Karena banyak warga yang datang sebelum pukul 13.00 WIB tetap tidak memilih dengan alasan waktu telah habis ketika giliran mereka belum tiba, padahal masih banyak yang masih menunggu.

Petugas yang wajahnya sudah tersebar di media sosial harap tidak digunakan lagi di putaran kedua. Menurut saya sangat jelas mereka tidak piawai dan tidak cakap dalam bertugas, tidak sepenuhnya punya hati melayani, dan bahkan terindikasi memiliki kepentingan politik mendukung calon lain.

Bagi saya permasalahan yang telah viral di media sosial ini juga layak untuk disorot oleh Presiden Jokowi, karena bagi saya ini sudah mencederai demokrasi yang telah berdarah-darah diperjuangkan puluhan tahun lalu. Semoga saja Pak Presiden melihat dan mengamati keluhan warganya yang memang faktanya telah dengan luas beredar.

Untuk pendukung calon lain yang membaca tulisan saya ini yang lalu mencoba membalikkan keadaan dengan menuduh para warga Indonesia Tionghoa di video adalah imigran ilegal yang didatangkan untuk melakukan kecurangan, tidak perlu lah bodoh itu dipelihara. Mereka itu semua fasih berbahasa Indonesia, dengar saja makian-makian mereka ke petugas di lapangan. Jadi tidak perlu lah ya menunjukkan kebodohan kalian disini.

{Rjpkr88newsflash}

Komentar