Takut Ahok Menang, Anies Kunjungi FPI, Satukan Kekuatan 33


Anies mengunjungi markas FPI (1/1/2017) di Petamburan, Jakarta Pusat, dengan dua alasan. Pertama, untuk menghadiri acara diskusi yang dibuat oleh FPI dengan tema keren: “Mengenai Ideologi Trans-Nasional di Era Globalisasi: Pengaruhnya terhadap Ahlussunnah wal Jamaah dan NKRI”.

Kedua, Anies  ingin mengklarifikasi sejumlah fitnah kepada dirinya yang kerap dituduh sebagai pemeluk Syiah, Wahabi, dan Islam Liberal Anies.  Anies ingin menegaskan bahwa ia adalah seorang ahlu sunnah wal jamaah, dan bukan yang lain.

Sepintas lalu, kunjungan Anies di markas FPI itu adalah hal yang wajar dan tidak ada yang salah. Bertemu dengan berbagai kelompok apalagi menghadiri acara diskusi dengan tema keren, akan membuka nalar lebih berwawasan. Tujuan lainnya untuk mengklarifikasi berbagai fitnah juga merupakan hal baik, elegan, santun dan terpuji. Sampai pada pemahaman ini, Anies masih mantap.

Akan tetapi jika ditelaah lebih lanjut, apalagi seruput teh lemon atau  kopi dengan tahu isi (ala Denny Siregar), kunjungan Anies itu ternyata tersembunyi beberapa hal di baliknya. Ibarat peribahasa: “Ada kepiting di balik mangkok, atau ada bayangan di balik layar”, membuat nalar berdenyut-denyut untuk memahaminya. Apa saja pesan kunjungan Anies itu ke markas FPI?

Pertama, Anies baru mulai sadar bahwa ia butuh dukungan FPI untuk mengangkat pamornya. Dari berbagai survei, Anies tetap berada pada posisi buncit alias urutan paling bawah. Agus berada di posisi nomor satu sedangkan Ahok bertahan pada nomor dua. Posisi dua Ahok sesuai dengan nomornya, nomor dua, tanda victory alias tanda kemenangan.

Padahal, semua orang tahu bahwa bila dibandingkan dengan Agus, Anies lebih berpengalaman di pemerintahan. Anies adalah mantan menteri, mantan rektor, seorang akademisi bergelar profesor, doktor. Ia santun, senyum selalu menghias bibirnya. Programnya jelas (walaupun sedikit alay dan lebay) hehe. Ia juga berani berdebat, memakai pakaian kemeja putih, meniru Jokowi agar kelihatan seorang pekerja. Tetapi mengapa ia selalu kalah dengan anak kemarin sore, alias anak ingusan?

Ternyata isu agama yang dikobarkan oleh FPI untuk menyerang Ahok, terbukti ampuh sekaligus mampu mengangkat pamor Agus. Sementara Anies yang bertahan dengan kesantunannya, menghindari isu agama, terbukti kurang laku. Apalagi keyakinan Anies selama ini bahwa jika mendekat ke kubu FPI, maka namanya ikut tercemar, justru terbukti salah. Agus yang merapat ke FPI dan mendapat dukungan dari FPI justru terus berjaya merajai survei. Nah, mumpung ada waktu satu setengah bulan lagi, maka merapat dan menggaet dukungan FPI, merupakan pilihan tepat.

Kedua, Anies mulai berfirasat buruk. Kemungkinan Ahok menang satu putaran sangat terbuka lebar. Watak masyarakat Jakarta yang tidak bisa diukur dengan survei-surveian, diam (silent majority) dan lebih banyak menunggu, akan sulit diprediksi arah pilihan mereka. Usaha-usaha Anies selama ini untuk meraih simpati masyarakat Jakarta, terlihat mandek dan kurang menggigit. Justru sekarang warga Jakarta mulai paham bahwa Ahok hanyalah korban permainan politik kotor.

Masyarakat Jakarta juga semakin realistis bahwa jika perut kosong, dompet kosong, pengangguran, maka akhlaknya juga terpengaruh. Artinya kinerja Ahok yang berusaha mengisi perut kosong masyarakat Jakarta, mengisi dompet dan membuka lowongan kerja lebih menarik daripada terus mengharapkan janji-janji yang berbau surgawi.

{Rjpkr88newsflash.com}

Komentar