Saat memerikan kesaksiannya dalam sidang ketiga praperadilan Buni Yani, juru bicara FPI Munarman dinilai lebih banyak menceritakan ketidaksukaannya kepada Basuki Tjahaha Purnama (Ahok) ketimbang masalah pokoknya sebagai saksi Buni Yani.
Disela sela memberikan penjelasannya tersebut, terutama interupsi dari
kuasa Hukum dari Polda Metro Jaya, Kombes Agung Rohmat. Namun hakim
tunggal Sutiyono menolak interupsi dari kuasa hukum termohon.
“Biarkan saksi memberi keterangan. Kita kasih kebebasan. Berguna atau
tidaknya, nanti saya yang memutuskan untuk dipakai atau tidak,” jelas
Sutiyono.
Saksi Munarman lantas meluruskan kesaksiannya tersebut.
"Umat Islam beberapa kali melakukan protes. Sebelum aksi Bela islam I,II
dan III, ada aksi pandahuluan. Reaksi penolakan Jakarta, yang menjadi
penolakan seluruh Indonesia disebabkan karena kekerasan verbal,
pembangunan tidak memihak,” jelas Munarman dalam kesaksiannya di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016).
“Sudah ada unsur penistaan dan pelecehan. Kalau kita melihat Channel TV
Balaikota, rapat-rapat yang di pimpin gubernur dan pengganti, kekerasan
verbal sering dilakukan,” tambahnya.
“Mohon ijin yang mulia, sebenarnya apa yang saya sampaikan disini sangat
berkaitan, Saya tegaskan aksi-aksi Bela Islam I, II, dan III kemarin
adalah murni karena Ahok, bukan postingan pak Buni,” tandasnya.
Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Pasal 28 ayat
(2) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
karena dinilai menyebarkan informasi bernuansa SARA dalam postingan
statusnya di Facebook terkait pidato Gubernur DKI (nonaktif) Basuki T
Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu soal Al Maidah ayat 51.
Sebelumnya, gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kapolda Metro Jaya, dan
Dirkrimsus Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN
Jakarta Selatan.
Buni Yani sendiri melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kapolri
lantaran permasalahan penetapan status tersangka atas kasus dugaan
penyebaran informasi yang mengundang provokasi dan berbau SARA.
Polda Metro Jaya menjerat Buni karena tiga kalimat yang diunggah mantan
dosen London School of Public Relations Jakarta tersebut ke akun
Facebook miliknya.
Kalimat itu adalah "Penistaan terhadap agama?", "Bapak-Ibu [pemilih
Muslim]... dibohongi Surat Al Maidah 51"... [dan] "masuk neraka [juga
Bapak-Ibu] dibodohi", dan "Keliatannya akan terjadi sesuatu yang kurang
baik dengan video ini".
Unggahan Buni itu berkaitan dengan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu,
September silam. Kala itu, Ahok yang berdialog dengan masyarakat lokal
menyebut Surat Al Maidah ayat 51.
Adapun, pasal 28 ayat 2 UU ITE yang digunakan kepolisian untuk menjerat
Buni melarang setiap orang secara sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau
permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan
SARA.
Sedangkan, pasal 45 ayat 2 UU mengatur ancaman pidana penjara paling
lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar terhadap para
pelanggar pasal 28 ayat 2.
{Rjpkr88newsflash.com}
Komentar
Posting Komentar