Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno mengatakan pergantian posisi Panglima TNI tinggal menunggu waktu. Menurut dia, ada beberapa hal yang dapat mencopot Gatot dari jabatannya.
Ia mencontohkan,
sikap Gatot yang kerap berseberangan dengan pemerintah, dimana
pemerintah kerap dihadapkan dengan kelompok keagamaan efek Pilkada
Jakarta. Apalagi, Panglima TNI sering berkomentar dan sikapnya lebih
membela satu kelompok.
"Belakangan Gatot kerap
mengumbar kemesraan dengan (kelompok) yang kerap kritis ke pemerintah.
Perbedaan sikap politik inilah yang menjadi sebab utama kursi Panglima
TNI menjadi panas," kata Adi di Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Ia
melihat gelagat Panglima TNI syarat muatan dan misi politik. Dia
menduga hal itu dilakukan sebagai bekal maju pada Pemilihan Presiden
2019. Menurut dia, dua alasan tersebut sebenarnya sudah lebih dari cukup
untuk mengganti posisi Gatot sebagai Panglima TNI.
"Gatot
merasa diatas angin karena dekat dengan umat Islam, meskipun tidak
berpartai tapi itu dianggap sebagai modal awal untuk maju di Pilpres
nanti. Gatot percaya diri akan didukung oleh umat Islam," ujarnya.
Ia
menambahkan Gatot beberapa kesempatan terlihat agresif mengisi seminar
kebangsaan yang digelar oleh perguruan tinggi, organisasi masyarakat
termasuk partai politik. Sehingga, dikhawatirkan kegiatan tersebut
dimanfaatkan Gatot untuk memoles citra di 2019.
"Tidak
mungkin aktif blusukan jika tak ada maksud nyapres. Gatot seolah
memanfaatkan jabatannya untuk meraup dukungan politik, ini bisa berefek
negatiff buat instansi TNI karena TNI tidak boleh melakukan politik
praktis," tandasnya.
Komentar
Posting Komentar