Setelah terjadinya aksi terorisme yang terjadi di Paris beberapa waktu lalu islam kembali menjadi sorotan dunia. Dunia seakan menuduh paham ideologi radikal Islam sebagai dalang di balik aksi teror tersebut.
Presiden Republik Indonesia ketiga, Bacharuddin Jusuf Habibie yang
menjadi pembicara di sebuah seminar ‘Demokrasi dan Islam’ di Berlin,
secara tegas menolak tudingan Islam mengajarkan kekerasan dan berada di
balik aksi-aksi teror.
Ia meyakinkan Islam sama sekali tidak identik dengan aksi kekerasan dan
teror, dan sangat sesuai dengan nilai-nilai demokrasi. “Para pelaku
teror itu tidak ada kaitan dengan Islam. Mereka adalah pelaku tindak
kriminal,” kata Habibie.
Dalam acara yang digelar Harris Seidel Siftung tersebut, Habibie
menjelaskan bagaimana Islam bisa sangat kompatibel dengan demokrasi di
Indonesia.
Hubungan serasi yang terus berjalan di Indonesia itu, lanjut Habibie,
tentu saja bisa menjadi panutan dan pelajaran penting bagi Muslim di
Jerman. Yakni, tentang bagaimana mereka bisa bersatu dengan masyarakat
lokal.
Ia menerangkan, meski Indonesia menjadi negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan 221,8 juta umat Islam, tapi tidak serta merta menjadi negara Islam.
Habibie menuturkan Indonesia sangat pluralistik. Terdapat ratusan suku dan etnis dengan agama yang berbeda-beda, akan tetapi agama dan budaya bisa berjalan beriringan.
Untuk menyatukan beragam agama, budaya, kelompok, etnis dan suku,
Habibie mengungkapkan Indonesia memiliki Pancasila sebagai pengikat
bangsa.
Ia menyarankan kepada warga Jerman, termasuk mereka yang beragama
Muslim, untuk mengadaptasi budaya dan agama agar tidak terjadi benturan
dengan berbau atau mengatasnamakan agama dan budaya.
“Budaya dan agama sangat erat berhubungan dan menentukan perilaku
manusia dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar pria yang akrab disapa
Eyang tersebut.
Senada dengan Habibie, seorang politisi dari Bavaria’s Christian Social
Union, Peter Gauweiler, mengatakan agama memiliki peran penting dalam
persatuan dan penyatuan cita-cita bersama di tengah masyarakat.
Ia mengatakan, di Bavaria, salah satu negara bagian di Jerman, proses
akulturasi antara masyarakat Kristen Jerman dengan Muslim dari Turki
sudah cukup lama terjadi.
Namun demikian, Gauweiler menekankan keberadaan pendatang Muslim juga
tidak menghapus budaya lokal, seperti moto dari negara bagian itu
sendiri yang mempertahankan budaya lokal.
Ia juga setuju dengan pidato yang disampaikan Habibie, yang menegaskan
kalau Islam tidak ada hubungan dengan tindakan kekerasan dan aksi-aksi
teror yang terjadi di dunia.
“Itu tidak ada hubungannya dengan Islam,” ucap Gauweiler.


Komentar
Posting Komentar