![](https://seword.com/wp-content/uploads/2017/03/Screen-Shot-2017-03-25-at-8.12.45-PM.png)
Dipecatnya Ishomudin dari MUI jelas ada
kaitannya dengan kesaksian beliau di persidangan kasus Ahok. Ishomudin
datang sebagai saksi ahli atas nama pribadi, meskipun posisinya sebagai
Wakil Ketua komisi fatwa MUI sekaligus merupakan Rais Syuriah PBNU tidak
bisa dilepaskan begitu saja. Sebab Ishomudin dipercaya bersaksi sebagai
ahli tentu karena kapasitas sebagai tokoh Islam yang merupakan bagian
dari MUI dan ormas Islam terbesar di Indonesia, PBNU.
“Yang saya ketahui bahwa sikap keagamaan
MUI itu menjadi pemicu persoalan ini menjadi besar, karena kesimpulannya
antara lain menjadi dasar diajukan ke Bareskrim, karena kesimpulannya
menyatakan Pak Basuki menghina Alquran dan juga ulama.
Padahal Pak Basuki tidak menyebut bunyi
Al-Maidah 51 dan hanya menyebut orang, bisa jadi orang biasa, bisa jadi
politisi, bisa jadi ulama, dan MUI tidak melakukan klarifikasi ke
Kepulauan Seribu dan tidak memanggil Basuki Tjahaja Purnama untuk
mengklarifikasi hal tersebut,” ucap Ishomuddin.
Pernyataan ini jelas menohok pihak MUI
yang dengan sangat cepat mengeluarkan fatwa atau sikap keagamaan, dan
menyatakan Ahok menghina ulama. Ishomudin menjawab keraguan publik,
sekaligus mengkonfirmasi bahwa fatwa MUI itu merupakan keputusan sepihak
dan tidak melalui prosedur yang benar. Bagaimana bisa dikatakan benar
kalau wakil ketua komisi fatwa nya tidak diikutkan dalam bahasan fatwa?
Kesaksian Ishomudin juga menjadi jawaban
dari kecurigaan kita selama ini, bahwa memang fatwa MUI terhadap Ahok
sarat kepentingan. Baik politik dan radikalisme di Indonesia.
Untuk itu, saya sangat salut dan
mengapresiasi keberanian Ishomudin yang dengan terang benderang
meluruskan konflik kekerasan atas nama agama, teror dan ancaman
pembunuhan yang dilakukan secara terbuka bersama 7 juta warga bumi
datar. Memang MUI adalah biang kerok dari demo-demo berseri tersebut.
Kelompok pendemo pun dengan sengaja
menyebut diri mereka GNPF MUI. Seolah olah mereka bagian dari MUI dan
pihak MUI pun tidak ada yang berani mengatakan keberatan. Toh sebagian
anggotanya ikut turun ke jalan mendemo Ahok. lihatlah gambar di atas.
Hanya setelah keributan semakin besar, Maruf Amien sebagai ketua MUI
melarang penggunaan atribut MUI. Tapi pada akhirnya, itu tak digubris
oleh kelompok demonstran islam radikal. Lebih banyak orang yang ikut
GNPF MUI dibanding Maruf Amien yang hanya sendiri.
MUI pemicu perpecahan di Indonesia
Apa yang terjadi pada demo 411 dan 212,
merupakan sebuah kejadian yang perlu kita catat sebagai dampak
dikeluarkannya fatwa amatir dan serampangan oleh MUI. Karena tanpa fatwa
tersebut, tidak akan pernah ada yang namanya GNPF MUI.
Selama ini masyarakat Indonesia begitu
percaya dengan MUI. Kita sudah terdoktrin untuk menjunjung tinggi MUI
dan percaya penuh organisasi ini suci dan halal. Jadi sekalipun
investasi penipuan, kalau diberi label halal ada fatwa MUI, masyarakat
bisa dengan begitu saja percaya. Masyarakat tidak akan melihat apakah
itu penipuan atau bukan, sebab kebanyakannya berpikir bahwa MUI sudah
pasti benar. Dan saya tidak sedang mengarang cerita, salah satu
perusahaan penipuan atau investasi bodong bernama PT Golden Traders
Indonesia Syariah dinyatakan telah menjalankan opeasi sesuai syariah
Islam.
Fanatisme masyarakat terhadap MUI
sebenarnya karena alasan kita mempercayai mereka para ulama, memiliki
keilmuan lebih mendalam tentang nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Tapi
jika melihat kekacauan yang sudah pernah dilakukan oleh MUI, jujur saya
sangat khawatir. Bangsa ini patut waspada dengan sikap MUI.
Sebuah perusahaan kecil bisa mengumpulkan
10 triliun rupiah hanya karena fatwa MUI. Sebuah kasus yang masih
abu-abu, mendadak jadi begitu jelas dan berhasil menekan hukum dengan
demonstrasi berseri 7 juta warga.
Kenyataan ini sangat berbahaya bagi
perjalanan demokrasi kita ke depan. MUI berhasil menerbitkan hukum
sendiri berdasarkan penafsiran segelintir orang, mengalahkan produk
hukum positif di Indonesia.
Kalau sudah begini, maka kerusuhan dan
kemarahan masyarakat bisa sangat tergantung dengan MUI. Asal MUI katakan
si A menista agama, maka 7 juta warga orang langsung berkumpul mendemo
menuntut si A dibunuh dan digantung. Ngeri! Sekali MUI katakan produk A
itu syariah, sekalipun itu penipuan, orang akan percaya begitu saja. Ini
bahaya sekali.
MUI penuh kepentingan
Dari dua contoh kasus yang saya sebutkan,
nampak jelas MUI memiliki kepentingan. Pada kasus GTIS, MUI dikuasai
nafsu uang dan bisnis. Pernyataan bahwa GTIS beroperasi secara syariah
dapat dipastikan tidak gratis. Selalu ada harga yang mereka bayarkan
agar MUI mau keluarkan fatwa.
Sementara pada kasus Ahok, nampak jelas
ada kepentingan politik dalam Pilgub Jakarta. Tujuannya adalah
memenjarakan Ahok agar gagal maju sebagai Cagub, atau minimal
meruntuhkan elektabilitas Ahok sehingga Anies atau AHY bisa menang.
Sangat jelas. Kita tidak bisa tutup mata melihat Anies begitu mesra
dengan Rizieq. Sementara Zainut Tauhid yang merupakan wakil ketua MUI
merupakan anggota DPR aktif dari PPP, partai pendukung AHY.
Dan pada akhirnya, jika melihat pemecatan
Ishomudin yang berbeda pendapat dengan MUI, kita semua harus sepakat
bahwa MUI memang penuh kepentingan dan mengeluarkan fatwa terhadap Ahok
semata-mata karena kepentingan politik. Dalam Islam, perdebatan atau
ikhtilaf itu biasa. Tidak boleh hanya karena beda pendapat langsung
dibunuh, diserang atau dipecat. Pemecatan Ishomudin nampak seperti sikap
panik dan tidak mau ada orang yang membongkar kebusukan MUI.
Bagaimanapun, meski MUI telah kehilangan
integritasnya, namun pembubaran MUI merupakan kebijakan yang dapat
menimbulkan kerusuhan. Sebab apa? Karena di Indonesia ini sepertinya
lebih banyak masyarakat yang fanatik dan bodoh dibanding yang bisa
berpikir. Lihatlah uang 10 triliun pada penipuan syariah dan 7 juta
orang berdemo atas nama pengawal fatwa.
Masyarakat perlu diedukasi secara
perlahan, dibuka mata hatinya, agar bisa melihat dengan jelas mana setan
dan mana malaikat. Salah satu yang bisa saya lakukan untuk mengedukasi
adalah dengan membuat Seword.com ini. Portal opini yang nantinya akan
menjadi catatan sejarah Indonesia, menjelaskan kasus perkasus secara
detail dari beragam sudut pandang. Harapannya, lima atau sepuluh tahun
ke depan Indonesia benar-benar menjadi negara maju dan warganya tidak
ada yang percaya bahwa bumi itu datar.
Begitulah kura-kura.
{Rjpkr88newsflash}
Komentar
Posting Komentar